RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Nama Sekolah : SMKIT Darussalam Boarding School 01
BATAM
Kelas/Semester
: X / Genab
Mata
Pelajaran : Perbankan Dasar
Materi Pokok : Kredit Perbankan
Kompt. Keahlian : Akuntansi Keuangan
Alokasi
Waktu : 18 x 45 Menit
A.
Kompetensi Inti
1. Pengetahuan
KI 3 Memahami, menerapkan,
menganalisis, dan mengevaluasi tentang pengetahuan faktual, konseptual,
operasional dasar, dan metakognitif sesuai dengan bidang dan lingkup kerja
Akuntansi dan Keuangan Lembaga pada tingkat
teknis, spesifik, detil, dan kompleks, berkenaan dengan ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dalam konteks pengembangan potensi
diri sebagai bagian dari keluarga, sekolah, dunia kerja, warga masyarakat
nasional, regional, dan internasional.
2.
Keterampilan
KI 4 Melaksanakan tugas
spesifik dengan menggunakan alat, informasi, dan prosedur kerja yang lazim
dilakukan serta
memecahkan
masalah sesuai dengan bidang Akuntansi
dan Keuangan Lembaga. Menampilkan kinerja di bawah bimbingan dengan mutu dan kuantitas yang
terukur sesuai dengan standar kompetensi kerja.
Menunjukkan
keterampilan
menalar, mengolah, dan menyaji secara efektif, kreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, komunikatif,
dan solutif dalam ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah, serta mampu melaksanakan tugas spesifik di bawah
pengawasan langsung.
B.
Kompetensi Dasar
1.
KD
pada KI pengetahuan
3.10
Menganalisis kredit perbankan
2.
KD
pada KI keterampilan
4.10 Menghitung
kredit perbankan
C.
Indikator Pencapaian
Kompetensi
1. Indikator KD pada KI pengetahuan
3.10.1 Menegaskan pengertian kredit
perbankan
3.10.2
Menegaskan fungsi kredit perbankan
3.10.3 Menguraikan
jenis jenis kredit perbankan
3.10.4 Merinci
perkreditan yang dijalankan Bank Indonesia (BI)
3.10.5
Menganalisis perjanjian kredit perbankan
3.10.6
Menelaah jaminan atau angunan kredit perbankan
3.10.7
Mengkorelasikan prinsip prinsip pemberian kredit perbankan
3.10.8
Menegaskan asuransi yang ditawarkan kredit perbankan
3.10.9 Mendeteksi
penangaan kredit perbankan bermasaalah
2. Indikator KD pada KI keterampilan
4.10.1 Kembali membuat pengertian kredit
perbankan
4.10.2
Melaksanakan fungsi kredit perbankan
4.10.3
Melaksanakan jenis jenis kredit perbankan
4.10.4 Menerapkan
perkreditan yang dijalankan Bank Indonesia (BI)
4.10.5
Melakukan perjanjian kredit perbankan
4.10.6
Menunjukan jaminan atau angunan kredit perbankan
4.10.7
Menerapkan prinsip prinsip pemberian kredit perbankan
4.10.8
Melakukan asuransi yang ditawarkan kredit perbankan
4.10.9
Menunjukan penangaan kredit perbankan bermasaalah
D. Tujuan Pembelajaran
Melalui
kegiatan ini siswa mampu :
1.
Menjelaskan pengertian kredit
perbankan
2.
Menjelaskan fungsi kredit perbankan
3.
Menjelaskan jenis jenis kredit perbankan
4.
Menjelaskan perkreditan yang dijalankan Bank Indonesia (BI)
5.
Menjelaskan perjanjian kredit perbankan
6.
Menjelaskan jaminan atau angunan kredit perbankan
7.
Menjelaskan prinsip prinsip pemberian kredit perbankan
8.
Menjelaskan asuransi yang ditawarkan kredit perbankan
9.
Menjelaskan penangaan kredit perbankan bermasaalah
E. Materi Pembelajaran
Kredit Perbankan
A.
Pengertian Kredit
Dalam
bahasa sehari-hari kata kredit sering diartikan memperoleh barang dengan
membayar cicilan atau angsuran di kemudian hari atau memperoleh pinjaman uang
yang pembayarannya dilakukan di kemudian hari dengan cicilan atau angsuran
sesuai dengan perjanjian.
Kata
‘kredit’ berasal dari bahasa Latin creditur yang merupakan bentuk past
participle dari kata credere (lihat pula credoadedidikirawan dan creditum,
yang berarti to trust atau faith). Kata trust berarti ‘kepercayaan’. Dapat
dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur (yang memberi kredit, lazim bank)
dalam hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah, penerima kredit)
mempunyai kepercayaan, bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat
yang telah disetujui bersama, dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit
yang bersangkutan.
Dalam
KBBI, kata kredit antara lain diartikan : pertama, pinjaman uang dengan
pembayaran pengembalian secara mengangsur, dan kedua, pinjaman sampai batas
jumlah tertentu yang diizinkan oleh
bank atau badan lain.
Secara
yuridis Undang-Undangadedidikirawan Nomor 10 Tahun 1998 menggunakan dua
istilah yang berbeda, namun mengandung makna yang sama untuk pengertian kredit.
Kedua istilah itu, yaitu pertama, kata ‘kredit’, istilah yang digunakan pada
bank konvensional dalam menjalankan kegiatan usahanya, dan kedua, kata
‘pembiayaan’ berdasarkan Prinsip Syariah, istilah yang digunakan pada bank
syariah.
Istilah
kredit banyak dipakai dalam sistem perbankan konvensional yang berbasis pasar
bunga (interest based), sedangkan dalam hukum perbankan syariah lebih dikenal
dengan istilah pembiayaan (financing) yang berbasis pada keuntungan riil yang
dikehendaki (margin) ataupun bagi hasil (profit sharing).
Pengertian kredit disebutkan dalam Pasal 1
angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang berbunyi :
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berddasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”
Sementara itu
pengertian pembiayaan disebutkan dalam ketentuan Pasal 1 angka 12
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang berbunyi :
“Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan ituadedidikirawan
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.”
Pengertian
pembiayaan tersebut lebih diperjelas lagi dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 PBI
No.9/19/PBI/2007, dan juga dirumuskan dalam ketentuan Pasal 1 angka 25
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008.
Dari
rumusan kedua istilah kredit dan pembiayaan tersebut, perbedaannya terletak
pada bentuk kontraprestasi yang akan diberikan nasabah peminjam dana
(debitur) kepada bank (kreditur) atas pemberian kredit atau pembiayaan. Pada
bank konvensional, kontraprestasinya berupa bunga sebagai keuntungan,
sedangkan pada bank syariah, kontraprestasinya dapat berupa imbalan ujrah,
bagi hasil, atau bahkan tanpa imbalan sesuai dengan persetujuan atau
kesepakatan bersama bank syariah dengan debiturnya. Baik kredit
maupunadedidikirawan pembiayaan, sama-sama merupakan penyediaan dana atau
tagihan / piutang yang nilainya diukur dengan uang. Kemudian adanya
persetujuan atau kesepakatan bersama antara pihak bank (kreditur) dan pihak
lain nasabah peminjam dana (debitur), dengan perjanjian yang telah dibuatnya.
Dalam perjanjian kredit itu mencakup kewajiban nasabah peminjam dana atau
pihak yang dibiayai melunasi utangnya atau mengembalikan pinjamannya beserta
dengan bunga, imbalan, atau bagi hasil dalam tenggang waktu yang disepakati
bersama.
Dalam
perbankan konvensional penyaluran dana kepada nasabah selalu dalam bentuk
uang yang kemudian terserah bagi nasabah debitur untuk memakainya. Sedangkan
dalam perbankan syariah biasanya bank menyediakan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang nyata (asset) baik yang didasarkan pada konsep jual-beli,
sewa-menyewa, ataupun bagi hasil.
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam
makna kredit, yaitu :
·
Kepercayaan, yaitu
adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikannya kepada
nasabah peminjam dana yang akan dilunasinya sesuai dengan diperjanjikan pada
waktu tertentu.
·
Waktu, yaitu adanya
jangka waktu tertentuadedidikirawan antara pemberian dan pelunasan kreditnya,
·
Risiko, yaitu adanya
risiko yang mungkin akan terjadi selama jangka waktu antara pemberian dan
pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian kredit dan
menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi dari nasabah peminjam dana,
diadakan pengikatan jaminan (agunan).
B.
Fungsi Kredit
Kredit
pada awal perkembangannya mengarahkan fungsinya untuk merangsang bagi kedua
belah pihak untuk saling menolong untuk tujuan pencapaian kebutuhan, baik
dalam bidang usaha maupun kebutuhan sehari-hari.
Suatu
kredit mencapai fungsinya apabila secara sosial ekonomis, baik bagi debitur,
kreditur, maupun masyarakat membawa pengaruh padaadedidikirawan tahapan yang
lebih baik. Dari manfaat nyata dan manfaat yang diharapkan maka sekarang ini
kredit dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan mempunyai fungsi :
·
Meningkatkan daya
guna uang.
·
Meningkatkan
peredaran dan lalu lintas uang.
·
Meningkatkan daya
guna dan peredaran barang.
·
Salah satu alat
stabilitas ekonomi.
·
Meningkatkan
kegairahan berusaha.
·
Meningkatkan
emerataan pendapatan.
·
Meningkatkan hubungan
internasional.
C.
Jenis-Jenis Kredit
Jenis-jenis
kredit berdasarkan klasifikasinya terdiri atas :
·
Jenis kredit menurut
kelembagaan;
·
Jenis kredit menurut
jangka waktu;
·
Jenis kredit menurut
penggunaannya;
·
Jenis kredit menurut kelengkapan
dan keterikatannya dengan dokumen yang dibutuhkannya;
·
Jenis kredit menurut
aktivitas perputaran usaha;
·
Jenis kredit menurut
jaminannya;
·
Jenis kredit dari
berbagai kriteria lainnya.
1. Jenis Kredit Menurut Kelembagaan
Jenis kredit
menurut kelembagaan terdiri atas :
·
Kredit perbankan
adalah kredit yang diberikan oleh bank milik negara atau bank swasta kepada
masyarakat untuk kegiatan usaha dan atau konsumsi.
·
Kredit likuiditas
adalah kredit yang adedidikirawandiberikan oleh bank sentral kepada bank-bank
yang beroperasi di Indonesia, yang selanjutnya digunakan sebagai dana untuk
membiayai kegiatan perkreditannya.
·
Kredit langsung
adalah kredit yang diberikan oleh BI kepada lembaga pemerintah atau
semipemerintah (kredit program). Adapun kredit program adalah kredit atau
pembiayaan yang disalurkan bank pelaksana dengan dukungan Kredit Likuiditas
BI (KLBI) dalam rangka mendukung program pemerintah.
·
Kredit pinjaman
antarbank adalah kredit yang diberikan oleh bank yang kelebihan dana kepada
bank yang kekurangan dana. Bilateral loan adedidikirawanadalah transaksi
pinjaman dua pihak secara langsung antara bank yang meminjamkan dan bank
peminjam, sedangkan kredit sindikasi adalah pinjaman yang diberikan
sekelompok. Kredit konsorsium adalah pembiayaan secara bersama-sama,
maksudnya beberapa bank secara bersama-sama berdasarkan perjanjian terentu
memberikan kredit kepada suatu perusahaan.
2. Jenis Kredit Menurut Jangka Waktu
Dari segi
jangka waktunya jenis kredit meliputi :
·
Kredit jangka pendek
adalah kredit yang berjangka waktu maksimum satu tahun. Bentuknya dapat
berupa kredit rekening koran, kredit penjualan, kredit pembeli, dan kredit
wesel, serta kredit modal kerja.
·
Kredit jangka
menengah adalah kredit berjangka waktu antara satu tahun sampai tiga tahun.
Bentuknya dapat berupa kredit investasi jangka menengah.
·
Kredit jangka panjang
adalah kredit yang berjangka waktu lebih dari tiga tahun. Bentuknya pada
umumnya berupa kredit investasi yangadedidikirawan bertujuan menambah modal
perusahaan dalam rangka untuk melakukan rehabilitasi, ekspansi (perluasan),
dan pendirian proyek baru.
Jangka waktu
kredit kepada pemerintah daerah ditetapkan dalam PP 54 / 2005 tentang
Pinjaman Daerah, yang terdiri atas :
·
Pinjaman jangka
pendek, merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan
satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman meliputi pokok
pinjaman, bunga, dan biaya lain seluruhnya harus dilunasi dalam tahu anggaran
yang bersangkutan.
·
Pinjaman jangka
menengah, merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun
anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok
pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak
melebihi sisa masa jabatan kepala daerah yang bersangkutan.
·
Pinjaman jangka
panjang, merupakanadedidikirawan suatu pinjaman daerah dalam jangka waktu
lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang
meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada
tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman
yang bersangkutan.
3. Jenis Kredit Menurut Penggunaannya
Dari segi
tujuan kredit, jenis kredit terdiri atas :
·
Kredit konsumtif;
·
Kredit produktif,
baik kredit investasi maupun kredit eksploitasi;
·
Perpaduan antara
kredit konsumtif dan kredit produktif.
Kredit
konsumtif adalah kredit yang diberikan oleh bank pemerintah atau swasta yang
diberikan kepada perseorangan untuk membiayai keperluan konsumsinya untuk
kebutuhan sehari-hari.
Kredit
investasi adalah kredit yang ditujukan untuk penggunaan sebagai pembiayaan
modal tetap, yaitu peralatan produksi, gedung, dan mesin-mesin, juga untuk
membiayai rehabilitasi, ekspansi, relokasi proyek, atau pendirian proyek
baru, sedangkan jangka waktunya dapat berjangka waktu menengah atau berjangka
waktu panjang. Adapun kredit eksploitasi adalah kredit yang ditujukan untuk
penggunaan pembiayaan adedidikirawankebutuhan dunia usaha akan modal kerja
berupa persediaan bahan baku, persediaan produk akhir, barang dalam proses
produksi, serta piutang, sedangkan jangka waktunya berlaku pendek.
4. Jenis Kredit Menurut Keterikatannya dengan
Dokumen
Jenis kredit
ini terdiri atas :
·
Kredit ekspor adalah
semua kredit sebagai sumber pembiayaan bagi usaha ekspor. DPL,
·
kredit ekspor adalah
kredit untuk membiayai kegiatan investasi dan modal kerja yang diberikan
dalam rupiah dan atau valuta asing kepada eksportir dan atau pemasok.
5. Jenis
Kredit Menurut Aktivitas Perputaran Usaha
Jenis kredit
ini terdiri atas :
·
Kredit kecil adalah kredit
yang diberikan kepada pengusaha yang digolongkan sebagai pengusaha kecil.
Kredit Usaha Kecil (KUK) adalah kredit investasi dan atau kredit modal kerja,
yang diberikan dalam rupiah atau valuta asing kepada nasabah usaha kecil
dengan plafon kredit keseluruhan maksimum Rp.350.000.000,00
adedidikirawanuntuk membiayai usaha yang produktif.
·
Kredit menengah
adalah kredit yang diberikan kepada pengusaha yang asetnya lebih dari
daripada pengusaha kecil.
·
Kredit besar pada
dasarnya ditinjau dari segi jumlah kredit yang diterima oleh debitur.
6. Jenis Kredit Menurut Jaminannya
Dari segi
jaminanya, kredit dapat dibedakan antara lain :
·
Kredit tanpa jaminan
adalah pemberian kredit tanpa jaminan materiil (agunan fisik), pemberiannya
sangat selektif dan ditujukan kepada nasabah besar yang telah teruji
bonafiditas, kejujuran, dan ketaatannya, baik dalam traksaksi perbankan
maupun kegiatan usaha yang dijalaninya.
·
Kredit dengan jaminan
adalah kredit yang diberikan kepada debitur selain didasarkan adanya
keyakinan atas kemampuan debitur juga disandarkan pada adanya agunan atau
jaminan ang berupa fisik (collateral) sebagai jaminan tambahan.
D.
Perkreditan yang Dijalankan Bank Indonesia (BI)
Menurut
Ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 Pasal 29, BI betugas untuk memajukan perkembangan
yang sehat mengenai urusan kredit, sekaligus bertindak mengadakan pengawasan
terhadap urusan kredit tersebut. Dengan demikian, BI mempunyai wewenang untuk
menetapkan batas-batas kuantitatif dan kualitatif di bidang perkreditan bagi
perbankan.
Selanjutnya
sesuai dengan Pasal 32 ayat (2)-nya, adedidikirawanbahwa BI dalam pemberian
kredit likuditas bertindak dengan cara menerima penggadaian ulang, menerima
sebagai jaminan surat-surat berharga; dan menerima aksep dengan syarat yang
ditetapkan BI.
Ketentuan
di atas sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Pasal 11,
di mana dalam fungsinya sebagai bankers bank atau sebagai lender of de last
resort, BI dapat bertindak memberikan kredit dan pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah untuk jangka waktu paling lama sembilan puluh hari kepada
bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bank yang
bersangkutan.
Menurut
jenisnya, kredit likuiditas darurat dibedakan dalam dua jenis, yaitu :
·
Kredit Likuiditas
Umum, yaitu kredit yang disediakan oleh BI kepada bank-bank yang mengalami
kesulitan likuiditas sebagai akibat dari perubahan yang mendadak di luar
kekuasaan bank dan bersifat jangka pendek. Melihat karakteristik dari
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang selanjutnya disebut FPJP adalah
fasilitas pendanaan dari BI kepada bank, yang kiranya dapat dikelompokkan
pada kredit likuiditas umum.
·
Kredit Likuiditas
Darurat Khusus, yaitu kredit yang diberikan oleh BI kepada bank-bank yang
mengalami kesulitan di dalam faktor-faktor intern. Istilah kredit likuiditas
darurat, saat ini dikenal dengan Fasilitas Pembiayaan Darurat yang
selanjutnya disebut FPD adalah fasilitas pembiayaan dari BI kepada bank
bermasalah yang mengalami kesulitan likuiditas, tetapi masih memenuhi tingkat
solvabilitas yang ditetapkan BI, serta berdampak sistemik yang pemberiannya
didasarkan pada keputusan rapat Menkeu dan Gubernur BI dan pendanaannya
menjadi beban pemerintah.
Sejalan
dengan perkembangan zaman serta perubahan perundang-undangan di bidang perbankan,
khususnya peraturan mengenai bank sentral maka kebijakan pengetatan pemberian
kredit likuiditas dan pembiayaan dari BI kepada perbankan nasional merupakan
bagian dari upaya BI untuk menyehatkan perbankan nasional. Namun begitu, BI
dalam memberikan bantuan likuiditas tersebut hanya tertuju pada bank yang
memenuhi persyaratan.
E.
Perjanjian Kredit
Setiap
kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pihak kreditur dan debitur
maka wajib dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis.
Perjanjian
kredit menurut Hukum Perdata Indonesia merupakan salah satu bentuk perjanjian
pinjam-meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga KUHPerdata Pasal 1754 – 1769.
Namun, dalam praktik perbankan yang modern, hubungan hukum dalam
kreditadedidikirawan bukan lagi semata-mata berbentuk perjanjian
pinjam-meminjam, melainkan adanya campuran dengan bentuk perjanjian yang
lainnya, seperti perjanjian pemberian kuasa dan perjanjian lainnya. Dalam
bentuk yang campuran demikian maka selalu tampil adanya suatu jalinan di
antara perjanjian yang terkait tersebut. Akan tetapi, dalam praktik perbankan
pada dasarnya bentuk dan pelaksanaan perjanjian pinjam-meminjam yang ada
dalam KUHPerdata tidaklah sepenuhnya identik dengan bentuk dan pelaksanaan
suatu perjanjian kredit perbankan, di antar keduanya ada perbedaan-perbedaan
yang gradual, bahkan dapat pula merupakan perbedaan yang pokok.
Sesuai
dengan asas yang utama dari suau perikatan atau perjanjian, yaitu asas
kebebasan berkontrak, maka pihak-pihak yang akan mengikatkan diri dalam
perjanjian kredit tersebut dapat mendasarkan pada ketentuan-ketentuan yang
ada pada KUHPerdata, tetapi dapat pula mendasarkan pada kesepakatan bersama.
Dalam
perkembangannya kebebasan berkontrak ini mendapat pengaruh dari peraturan
ekonomi yang memuat ketentuan yang bersifat memaksa, yang ditujukan untuk
menyeimbangkan kemampuan pihak-pihak pelaku ekonomi secara lebih adil dalam
rangka pelaksanaan pembagunan nasional yang berdasarkan asas pemerataan.
Dalam
praktik, bentuk dan materi perjanjian kredit antara satu bank dan bank yang
lainnya tidaklah sama. Hal tersebut terjadi dalam rangka menyesuaikan diri
dengan kebutuhannya masing-masing.
Dengan demikian, perjanjian kredit tersebut tidak mempunyai bentuk
yang berlaku umum, hanya saja dalam praktik ada banyak hal yang biasanya
dicantumkan dlaam perjanjian kredit, misalnya berupa definisi istilah-istilah
yang akan dipakai dalam perjanjian ini (terutama dalam perjanjian kredit
dengn pihak asing / loan agreement), jumlah dan batas waktu peminjaman,
pembayaran kembali pinjaman (repayment) apakah si peminjam berhak
mengembalikan dana pinjaman lebih cepat dari ketentuan yang ada, penetapan
bunga pinjaman dan dendanya jika debitur lalai membayar bunga, dan
dicantumkannya berbagai klausul.
Dalam
praktiknya perjanjian kredit sering kali mengakomodasi hal-hal seperti di
atas sehingga semuanya dilakukan dan akhirnya terbentuklah perjanjian baku
untuk perjanjian kredit tersebut. Rumusan perjanjian baku tersebut harus
terhindar dari kandungan unsur-unsur yang akan mengakibatkan kecurangan yang
sangat berlebihan dan terjadi suatu pemaksaan kaaena adanya ketidakseimbangan
kekuatan para pihak, juga harus dihindarkan pula syarat perjanjian yang hanya
menguntungkan sepihak, atau risiko yang hanya dibebankan kepada sepihak pula,
serta pembatasan hak dalam menggunakan upaya hukum.
Larangan
demikian tercantum dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999,
yaitu bahwa pelaku usaha dilarang memcantumkan klausula baku yang letak dan
bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau
pengungkapannya sulit dimengerti. Apabila ternyata perjanjian tersebut memuat
klausul-klausul atau rumusannya kabur atau tidakadedidikirawan mudah
dimengerti serta tidak jelas arti rumusannya, berlaku asas the promise to
vague to be enforce dan a contract meaningless, sehingga selanjutnya
perjanjian demikian tidak mempunyai daya mengikat, bahkan menurut Pasal 18
ayat (3)-nya, perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hukum.
Dalam
ruang lingkup pembahasan perjanjian kredit ini, sering pula dalam praktiknya
peminjam diminta memberikan representations, warranties, dan covenants.
Adapun yang dimaksud dengan representations adalah keterangan-keterangan yang
diberikan oleh debitur guna pemrosesan pemberian kredit. Sedangkan yang
dimaksud dengan warranties adalah suatu janji, misalnya, janji bahwa debitur
akan melindungi kekayaan perusahaannya atau aset yang telah dijadikan jaminan
untuk mendapatkan kredit tersebut. Sementara yang dimaksud dengan covenants
adalah janji untuk tidak melakukan sesuatu.
Perjanjian
kredit mempunyai beberapa fungsi, di antaranya :
·
Perjanjian kredit
berfungsi sebagai perjanjian pokok.
·
Perjanjian kredit
berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban di
antara kreditur dan debitur.
·
Perjanjian kredit
berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.
Beberapa
klausul yang selalu dan perlu dicantumkan dalam setiap perjanjian kredit, di
antaranya :
·
Klausul mengenai
syarat-syarat penarikan kredit pertama kali (predisbursement clause).
·
Klausul mengenai
maksimum kredit (amount clause).
·
Klausul mengenai
jangka waktu kredit.
·
Klausul mengenai
bunga pinjaman (interest clause).
·
Klausul mengenai
barang agunan kredit.
·
Klausul mengenai
asuransi (insurance clause).
·
Klausul mengenai tindakan
yang dilarang oleh bank (negative clause).
·
Klausul
mengenaiadedidikirawan hak bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara
sepihak walaupun jangka waktu perjanjian kredit tersebut belum berakhir
(tigger clause / opeisbaar clause).
·
Klausul mengenai
denda (penalty clause).
·
Klausul mengenai
beban biaya dan ongkos yang timbul sebagai akibat pemberian kredit (expence
clause).
·
Klausul mengenai
pendebetan rekening pinjaman debitur harus dengan seizin debitur (debet
authorization clause).
·
Klausul mengenai
debitur menjanjikan dan menjamin bahwa semua data dan informasi yang
diberikan kepada bank adalah benar dan tidak diputarbalikkan (representation
an warranties clause / materiil adverse change clause).
·
Klausul mengenai
ketaatan pada ketentuan bank.
·
Klausul mengenai
pasal-pasal tambahan (miscellaneous / boiler plate provision clause).
·
Klausul mengenai
metode penyelesaian perselisihan antara kreditur dan debitur, jika terjadi
(dispute settlement / alternatif dispute resolution clause).
·
Pasal penutup.
F.
Jaminan dan Agunan Kredit
Dalam
memberikan kreditnya bank wajib melakukan analisis terhadap kemampuan debitur
untuk membayar kembali kewajibannya. Setelah kredit diberikan, bank perlu
melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan
debitur dalam memenuhi kewajibannya. Selain itu, bank juga dituntut untuk
melakukan peninjauan, penilaian, dan pengikatan terhadap agunan yang
disodorkan oleh debitur sehingga agunan yang diterima dapat memenuhi
persyaratan ketentuan yang berlaku. Hal tersebut harus ditaati karena telah
dijadikan asas dari Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
Dari
ketentuan tersebut di atas yangadedidikirawan paling penting, yaitu bahwa
bank dalam menyalurkan dana untuk kredit harus didasarkan pada adanya suatu
jaminan. Adapun yang dimaksud dengan jaminan dalam pemberian kredit, yaitu
keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan
yang diperjanjikan. (Pasal 2 ayat (1) SK Dir BI No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28
Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit). Sedangkan guna memperoleh
keyakinan tersebut maka bank sebelum memberikan kreditnya harus melakukan
penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek
usaha tersebut.
Menurut
Subekti, jaminan yang ideal adalah jaminan yang :
·
Dapat secara mudah
membantu perolehan kredit oleh pihak yang membutuhnya.
·
Tidak melemahkan
posisi (kekuatan) si penerima kredit untuk meneruskan usahanya.
·
Memberikan kepastian
kepada kreditur dalam arti bahwa apabila perlu, mudah diuangkan untuk
melunasi utang debitur.
Agunan
merupakan jaminan tambahan yang diperlukan dalam hal pemberian fasilitas
kredit. Menurut Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, bahwa
agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank
dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah.
Menurut
Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, bentuk agunan dapat
berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.
Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat,adedidikirawan yaitu
tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang
sejenis dapat juga digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan
berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai, yang
lazim dikenal dengan agunan tambahan.
Meskipun
adanya kemudahan, agunan tersebut harus tetap ideal karena agunan mempunyai
tugas melancarkan dan mengamankan pemberian kredit, yaitu dengan memnberikan
hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dari barang-barang
yang diagunkan tersebut apabila debitur wanprestasi.
Dalam
pemberian fasilits kredit ini pada praktiknya agunan bahkan lebih dominan
atau diutamakan, sehingga agunan lebih dipentingkan daripada hanya sekedar
jaminan yang berupa keyakinan atas kemampuan debitur untuk melunasi utangnya.
Dalam
rangka menambah keyakinan atas watak dan kemampuan debitur, bank selalu
meminta jaminan pemberian kredit dari pihak lain, seperti jaminan pribadi,
garansi dari bank lain, atau jaminan dari induk perusahaan. Jaminan
perorangan atau jaminan pribadi (personal guaranty), yaitu jaminan seseorang
pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban
dari debitur. Jaminan ini dapat dilakukan tanpa sepengetahuan debitur.
Avalist,
pada praktik yang sebenarnya jaminan kebendaan (persoonlijke en zekerheid)
yang lebih banyak dipraktikkan. Jaminan kebendaan adedidikirawanmerupakan
suatu tindakan berupa suatu penjaminan yang dilakukan oleh kreditur dengan
debiturnya ataupun antara kreditur dan seseorang pihak ketiga guna menjamin
dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitur.
Dalam
konteks perkreditan istilah jaminan sangat sering bertukar dengan istilah
agunan. Menurut Pasal 2 ayat (1) SK Dir BI No. 23/KEP/DIR tanggal 28 Februari
1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, yang dimaksud dengan jaminan adalah
suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai
dengan yang diperjanjikan.
G.
Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit
Bisnis
bank merupakan bisnis konservatif. Kecenderungan kepada sifat yang
konservatif tersebut, maka bank harus hati-hati dalam menjalankan usahanya.
Bank dalam memberikan kredit harus melakukannya berdasarkan analisis
pemberian kredit yang memadai, agar kredit-kredit yang diberikan oleh bank
itu merupakan kredit-kredit yang tidak mudah menjadi kredit-kredit macet.
Berdasarkan
kepada prinsip kehati-hatian ini, maka bank dalam memberikan kredit tersebut
harus memperhatikan jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah, dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk
melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. Oleh karena itu,
sebelum memberikan kredit, bank harus mempunyai keyakinan berdasarkan analisis
yang mendalamadedidikirawan atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan
nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan
dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Dalam hal ini bank harus melakukan
penelitian secara saksama terhadap berbagai aspek. Selain itu bank juga
diwajibkan untuk memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BI.
Keyakinan
bank didapat setelah dilakukan analisis yang mendalam terhadap apa yang disebut dengan Prinsip
5C, 5P, dan 3R.
Penilaian
terhadap Prinsip 5C ini meliputi atas :
·
Character (watak /
kepribadian). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kejujuran dan iktikad baik
calon debitur untuk melunasi atau mengembalikan pinjamannya, sehingga tidak
akan menyulitkan bank di kemudian hari.
·
Capacity (kemampuan).
Bank harus meneliti tentang keahlian calon debitur dalam bidang usahanya dan
kemampuan manajerialnya, sehingga bank yakin bahwa usaha yang akan
dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat, sehingga calon debiturnya
dalam jangka waktu tertentu mampu melunasi atau mengembalikan pinjamannya.
·
Capital (modal). Bank
harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara menyeluruh mengenai
masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat diketahui kemampuan permodalan
calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha calon debiutr yang
bersangkutan.
·
Collateral (agunan).
Bank wajib meminta agunan tambahan dengan maksud jika calon debitur tidak
dapat meluansi kreditnya, adedidikirawanmaka agunan tambahan tersebut dapat
dicairkan guna menutupi pelunasan atau pengembangan kredit atau pembiayaan
yang tersisa.
·
Condition of economy
(prospek usaha nasabah debitur). Bank harus menganalisis keadaan pasar di
dalam dan di luar negeri, baik masa lalu maupun yang akan datang, sehingga
masa depan pemasaran dari hasil proyek atau usaha calon debitur yang dibiayai
dapat pula diketahui.
Adapun
penilaian terhadap Prinsip 5P meliputi atas :
·
Personality
(kepribadian). Dalam hal ini bank perlu mengumpulkan data-data mengenai calon
debitur.
·
Purpose (tujuan).
Bank wajib menyoroti tujuan penggunaan dari kredit tersebut.
·
Payment (pembayaran).
Bank wajib memperhatikan kelancaran aliran dana (cash flow).
·
Prospect (masa
depan). Bank wajib memperhatikan masa depan kegiatan yang mendapatkan
pembiayaan kredit tersebut.
·
Protection
(perlindungan). Diperlukan suatu perlindungan terhadap kredit oleh perusahaan
debitur.
Sementara
penilaian terhadap Prinsip 3R meliputi atas :
·
Return (balikan).
Maksudnya hasil yang akan dicapai dari kegiatan yang mendapatkan pembiayaan
tersebut.
·
Repayment (pembayaran
kembali).
·
Risk Bearing Ability
(kemampuan menanggung risiko).
Prinsip
macthing, maksudnya harus match antara pinjaman dengan aset perseroan.
·
Prinsip kesamaan
valuta, maksudnyaadedidikirawan penggunaan dana yang didapat dari sutu kredit
sedapat-dapatnya harus digunakan untuk membiayai atau investasi dalam mata
uang yang sama, sehingga risiko nilai valuta dapat dihindari.
·
Prinsip perbandingan
antara pinjaman dan modal, maksudnya harus ada hubungan yang prudent antara
jumlah pinjaman dengan besarnya modal.
·
Prinsip perbandingan
antara pinjaman dan aset.
Di samping
dengan menggunakan prinsip penilaian dalam pemberian kredit, prinsip
penilaian kredit dapat pula dengan studi kelayakan, yang meliputi :
·
Aspek Hukum.
Merupakan aspek untuk menilai keabsahan dan keaslian dokumen-dokumen atau
surat-surat yang dimiliki oleh calon debitur.
·
Aspek Pasar dan
Pemasaran. Merupakan aspek untuk menilai prospek usaha nasabah sekarang dan
di masa yang akan datang.
·
Aspek Keuangan.
Merupakan aspek adedidikirawanuntuk menilai kemampuan calon nasabahnya dalam
membiayai dan mengelola usahanya.
·
Aspek Operasi /
Teknis. Merupakan aspek untuk menilai tata letak ruangan, lokasi usaha dan
kapasitas produksi suatu usaha yang tercermin dari sarana dan prasarana yang
dimilikinya.
·
Aspek Manajemen.
Merupakan aspek untuk menilai sumber daya manusia yang dimiliki oleh
perusahaan, baik dari segi kuantitas maupun segi kualitas.
·
Aspek Ekonomi / Sosial.
Merupakan aspek untuk menilai dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan
dengan adanya usaha terutama terhadap masyarakat.
·
Aspek AMDAL.
Merupakan aspek yang menilai dampak lingkungan yang akan timbul dengan adanya
suatu usaha, kemudian cara pencegahan terhadap dampak tersebut.
H.
Asuransi Kredit
Sesuai
dengan tujuan perbankan Indonesia yang tercantum dalam ketentuan Pasal 4
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa Perbankan Indonesia
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Pemerintah
sebelumnya telah mengeluarkan kebijakan kredit, yaitu berupa ketentuan yang
secara otomatis terutama bagi kredit kadedidikirawanecil yang disalurkan akan
mendapat perlindungan asuransi. Asuransi ini merupakan asuransi wajib
(compulsory insurance) yang ditangani oleh PT Asuransi Kredit Indonesia
(Askrindo) yang didirikan pada tanggal 6 April 1971. Pendirian perusahaan
tersebut dilandasi pertimbangan perlunya usaha untuk mengarahkan dan
mengamankan kebijakan dalam bidang perkreditan.
Dalam
menutup asuransi terhadap suatu pinjaman, PT Askrindo menetapkan beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi oleh bank, di antaranya membayar premi
asuransi yang jumlahnya ditentukan berdasarkan perjanjian. Sewaktu
adedidikirawanmasih ada program kredit investasi kecil, dan kredit kerja
modal permanen (KIK/KMKP), maka PT
Askrindo secara langsung mengamankannya dengan asuransi dan preminya yang
besarnya 3% dibayar oleh bank pelaksana serta BI.
Ada dua tata
cara pertanggungan yaitu secara kasus demi kasus dan penutupan pertanggungan
secara otomatis, yang langkah-langkahnya sebagai berikut :
1) Penutupan Pertanggungan Secara Kasus demi
Kasus
·
Pengusaha mengajukan
permintaan kredit kepada bank.
·
Bank mempelajari dan
mempertimbangkan permintaan kredit tersebut.
·
Dalam hal (tidak
selalu) bank memerlukan jasa penutupan pertanggungan atas kredit-kredit yang
akan diberikan kepada pengusaha yang bersangkutan, bank mengajukan permintaan
penutupan pertanggungan kepada PT Askrindo.
·
PT Askrindo
mempelajari dan mempertimbangkan permintaan bank.
·
Bila PT Askrindo
dapat menutup pertanggungan, ia mengajukan penawaran penutupan pertanggungan
kepada bank.
·
Jika bank menyetujui
penawaran penutupan.
·
Pertanggungan dari PT
Askrindo. Kemudian, PT Askrindo menerbitkan nota penutupan pertanggungan
untuk bank. Dengan demikian, adedidikirawanterjadi penutupan poertanggungan
dan bank dapat merealiasi fasilitas kredit kepada pengusaha yang
bersangkutan.
2) Penutupan Pertanggungan secara Otomatis
·
Pengusaha mengajukan
permintaan kredit kepada bank.
·
Bank mempelajari dan
mempertimbangkan permintaan kredit tersebut.
·
Untuk memberikan
fasilitas kepada pengusaha tersebut, jika bank memerlukan jasa pertanggungan
PT Askrindo, bank dapat langsung memberikan fasilitas kredit kepada pengusaha
tanpa terlebih dahulu mengajukan permintaan penutupan pertanggungan kepada PT
Askrindo.
·
Pada waktu-waktu
tertentu, bank menyampaikan Deklarasi Jumlah Pertanggungan kepada PT Askrindo
yang memuat fasilitas yang telah diberikan selama jangka waktu deklarasi.
·
Deklarasi jumlah
pertanggungan diteliti oleh PT Askrindo. Jika fasilitas di dalam deklarasi
sesuai dengan ketentuan klausula penutupan secara otomatis, PT Askrindo
kemudian segera menerbitkan nota penutupan pertanggungan untuk Deklarasi
Jumlah Pertanggungan yang bersangkutan.
I.
Penanganan Kredit Bermasalah
Bank
tidak mungkin terhindar dari kredit bermasalah. Kredit yang bermasalah merupakan
penyebab kesulitan terhadap bank itu sendiri, yaitu berupa kesulitan terutama
yang menyangkut tingkat kesehatan bank. Karenanya, bank wajib menghindarkan
diri dari kredit bermasalah.
Dalam
kebijakan penanganan kredit bermasalah, hal-hal yang harus diperhatikan di
antaranya : administrasi kredit, kredit yang tunggakan bunganya
dikapitalisasi (kredit plafondering), prosedur penyelesaian kredit
bermasalah, dan proseduradedidikirawan menghapusbukukan kredit macet, serta
tata cara pelaporan kredit macet dan tata cara penyelesaian barang agunan
kredit yang telah dikuasai bank yang diperoleh dari hasil penyelesaian
kredit. Dari kebijakan di atas, yang
paling penting pula, yaitu pelaksana dan institusinya itu sendiri
Penggolongan Kredit Bermasalah
Pengaturan
penggolongan kolektibilitas kredit terakhir terdapat dalam Peraturan BI No.
7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, yang telah diubah
oleh PBI No.8/2/PBI/2006.
Berdasarkan
Pasal 10 PBI No.7/2/PBI/2005, maka kualitas kredit ditetapka menurut faktor
penilaian yang meliputi prospek adedidikirawanusaha, kinerja (performance)
debitur, dan kemampuan membayar. Dengan memperhatikan ketiga faktor penilaian
tersebut, berdasarkan Pasal 12 ayat (3) PBI No.7/2/PBI/2005, maka kualitas
kredit ditetapkan menjadi :
·
lancar;
·
dalam perhatian
khusus;
·
kurang lancar;
·
diragukan; aau
·
macet.
Penyelesaian
Kredit Bermasalah Secara Administrasi Perkreditan
Secara
operasional penanganan penyelesaian kredit bermasalah dapat ditempuh melalui
beberapa cara, yaitu :
·
Penjadwalan kembali
(reschedulling), yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut jadwal
pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang, baik meliputi
perubahan besarnya angsuran maupun tidak.
·
Persyaratan kembali
(reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit
yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, dan atau
persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut adedidikirawanperubahan
maksimum saldo kredit dan konversi seluruh atau sebagian dari pinjaman
menjadi penyertaan bank.
·
Penataan kembali
(restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit berupa penambahan dana
bank, dan/atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan
daam perusahaan.
Penyelesaian
di atas merupakan langkah yang merupakan alternatif sebelum dilakukan
penyelesaian melalui lembaga yang lebih bersifat yudisial.
Pengaturan
bentuk penanganan dan penyelesaian adedidikirawanmasalah perkreditan tersebut
ditetapkan dengan melihat jenis pembiayaan. Beberapa aturan yang memuat
materi ketentuan penanganan dan penyelesaian masalah kredit, di antaranya :
·
PBI No. 6/18/PBI/2004
tentang Kualitas Aktiva Produktif bagi Bank Perkreditan Rakyat Syariah.
·
PBI No. 7/2/PBI/2005
tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, diubah oleh PBI No.8/2/PBI/2006.
Pengertian
restrukturisasi diatur dalam Pasal 1 angka 25 PBI No. 7/2/PBI/2005, yang
berbunyi :
“Restrukturisasi
kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan bank dalam kegiatan perkreditan
terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya yang
dilakukan, antara lain, melalui :
·
penurunan suku bunga
kredit;
·
perpanjangan jangka
waktu kredit;
·
pengurangan tunggakan
bunga kredit;
·
pengurangan tunggakan
pokok kredit;
·
penambahan fasilitas
kredit; dan atau
·
konvensi kredit menjadi
penyertaan modal sementara.”
Konsep
restrukturisasi dapat juga diterapkan untuk pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah, sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (3) KepDir BI No.
31/150/KEP/DIR tentang Restrukturisasi Kredit, yaitu bentuknya berupa
penurunan imbalan atau bagi hasil, pengurangan tunggakan imbalan atau bagi
hasil, pengurangan pokok pembiayaan, perpanjangan jangka waktu pembiayaan,
penambahan fasilitas pembiayaan, adedidikirawanpengambilalihan aset debitur
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, atau dengan konversi pembiayaan menjadi
penyertaan pada perusahaan debitur.
Menurut
Pasal 57 PBI No.7/2/PBI/2005, proses selanjutnya dari langkah-langkah yang
telah ditempuh suatu bank dalam rangka restrukturisasi kredit, yaitu
penetapan kualitas kredit yang direstrukturisasi. Kualitas kredit setelah
dilakukan restrukturisasi dapat ditetapkan sebagai berikut :
·
b. Setinggi-tingginya kurang lancar untuk
kredit yang sebelum dilakukan restruktirisasi tergolong diragukan atau macet.
·
c. Kualitas tidak berubah untuk kredit yang sebelum dilakukan
restrukturisasi tergolong lancar, dalam perhatian khusus, atau kurang lancar.
Penggolongan kualitas kredit dapat berubah :
·
Menjadi lancar
apabila tidak terdapat tunggakan selama tiga kali periode pembayaran angsuran
pokok dan atau bunga secara berturut-turut sesuai dengan perjanjian
restrukturisasi kredit; atau
·
Kembali sesuai dengan
kualitas kredit sebelum dilakukan restrukturisasi kredit atau kualitas yang
sebenarnya apabila lebih buruk sesuai dengan kriteria yang ditetapkan
berdasarkan faktor penilaian prospek usaha, kinerja (performance) debitur,
adedidikirawandan kemampuan membayar.
Restrukturtisasi
kredit dapat pula dilakukan melalui penyertaan modal sementara yang ketentuan
dan tahapannya sebagai berikut :
·
Penyertaan modal
sementara hanya dapat dilalkukan untuk kredit yang memiliki kualitas kurang
lancar, diragukan, atau macet.
·
Penyertaan modal sementara wajib ditarik kembali apabila :
Ø telah
melampaui jangka waktu paling lama lima tahun; atau
Ø perusahaan
debitur tempat penyertaan telah memperoleh laba kumulatif.
·
Penyertaan modal
sementara wajib dihapusbukukan dari neraca bank apabila telah melampaui
jangka waktu lima tahun.
Dalam
penyelesaian kredit bermasalah dalam lingkup administrasi tidak berlebihan
pula apabila difungsikan lembaga alternatif penyelesaian sengketa karena
melalui lembaga tersebut dimungkinkan perbedaan pendapat dapat direduksi
sedemikian rupa sehingga mendapatkan jalan keluar yang saling menguntungkan
(win win solution).adedidikirawan Langkah-langkah tersebut dapat dicapai
melalui cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli,
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Alternatif
Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase. Langkah ini dilakukan apabila para pihak
mendasarkan ada iktikad baik.
Penyelesaian
Kredit Bermasalah Melalui Jalur Hukum
Beberapa upaya
penanganan penyelesaian kredit bermasalah yang lebih bersifat pemakaian
kelembagaan hukum, di antaranya :
·
Melalui Panitia
Urusan Piutang Negara dan Badan Urusan Piutang Negara (PUPN dan BUPN).
·
Melalui badan
peradilan.
·
Melalui arbitrase
atau Badan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Selain
melalui lembaga sebagaimana tersebut di atas, penanganan kredit macet yang
dimiliki oleh bank dalam kondisi penyehatan ditangani langsung oleh lembaga
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (selanjutnya disingkat BPPN), di
antaranya melalui penyertaan modal sementara.
BPPN
dalam menangani kredit bank dalam penyehatan sesuai dengan Pasal 53 Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, dilakukan adedidikirawanmelalui antara lain :
tindakan pemantauan kredit, peninjauan ulang, poengubahan, pembatalan,
pengakhiran, dan penyempurnaan dokumen kredit dan jaminan, restrukturisasi
kredit, penagihan utang, penyertaan modal pada debitur, memberikan jaminan
atau penanggungan, pemberian atau penambahan fasilitas pembiayaan, dan atau
penghapusbukuan piutang.
a. Melalui Panitia Urusan Piutang Negara dan
Badan Urusan Piutang Negara (PUPN dan BUPN)
Sesuai
dengan Pasal 12 PERPU No. 49 Tahun
1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, penyelesaian kredit bank milik
negara dapat diusahakan melalui PUPN. Panitia ini merupakan suatu panitia
interdepartemental, yang anggotanya tediri atas wakil dari Depkeu, Dep
Hankam, Kejagung, dan dari BI. Sedangkan struktur organisasinya terdiri atas
PUPN pusat, wilayah, dan cabang,
Dalam
menjalankan tugasnya, PUPN berpedoman pada ketentuan Pasal 2 Keppres No. 11
Tahun 1976 tentang PUPN dan BUPN. Adapun tugas PUPN sebagai berikut :
·
Membahas pengurusan
piutang negara, yaitu utang kepada
negara yang harus dibayar kepada negara, yakni instansi-instansi
pemerintah/badan-badanadedidikirawan negara yang modal atau kekayaannya
sebagian atau seluruhnya milik negara, baik di pusat maupun di daerah.
·
Melakukan pengawasan
terhadap piutang-piutang, kredit-kredit yang telah dikeluarkan oleh
instansi-instansi pemerintah/badan-badan usaha negara, baik di pusat maupun
di daerah.
Dalam
masalah piutang negara ini selain penanganan secara interdepartemental oleh
PUPN, juga dilakukan oleh suatu badan yang khusus di bawah Departemen
Keuangan, yaitu BUPN yang diganti nama dan fungsinya dengan Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) sebagaimana diatur dalam Keppres No. 21
Tahun 1991 tentang BUPLN. Adapun tugasnya adalah sebagai pelaksana teknis,
operasional dari keputusan-keputusan yang diambil oleh PUPN sebagaimana
ditentukan oleh Pasal 2 ayat (5) Kepmenkeu No. 294/KMK.09/1993 tentang PUPN.
BUPLN sebagai badan dipimpin oleh seorang kepala yang mempunyai kedudukan
setingkat dengan dirjen.
Menurut
Pasal 2 Keppres No. 21 Tahun 1991, BUPLN adalah suatu badan yang mempunyai
tugas menyelenggarakan pengurusan piutang negara dan lelang, baik yang
berasal dari penyelenggaraan pelaksanaan tugas PUPN mapunadedidikirawan
pelaksanaan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menkeu dan peraturan
perundang-udnangan yang berlaku.
Pelimpahan
pengurusan penyelesaian kredit macet kepada BUPLN selambat-lambat tiga bulan
setelah tanggal jatuh tempo yang tercantu, dalam dokumen-dokumen perpanjangan
jangka waktu pelunasan kredit macet. Pengurusan penyelesaian kredit ini dapat
juga karena inisiatif BUPLN sendiri, atas dasar pemikiran bahwa sifat
pengurusan dan penagihan piutang macet adalah untuk maksud mengamankan
keuangan atau kekayaan negara, maka BUPLN wajar untuk mengurus dan menagih
piutangadedidikirawan tersebut. Sebagai akibat dari pola pemikiran tersebut, maka dalam menghadapi debitur,
BUPLN bertindak sebagai penguasa yang melaksanakan wewenang yang bersifat
hukum publik. Oleh karena itu, kedudukan debitur dan BUPLN tidak dalam posisi
yang sejajar serta tidak bersifat hukum perdata.
Dalam
hal si penanggung utang mempunyai kekayaan yang tersimpan pada bank, maka
BUPLN berwenang untuk melakukan pemblokiran atas kekayaan tersebut. Dalam
pelaksanaan pemblokiran BUPLN harus membuat berita acara pemblokiran yang
disaksikan oleh pimpinan bank atau pejabat yang berwenang dan tindakan dari
berita acara dimaksud disampaikan pula kepada pimpinan bank yang
bersangkutan. Pemblokiran dapat dicabut dan untuk itu perlu dituangkan pula
dalam berita acara. BUPLN dalam menjalankan kewenangan untuk pemblokiran ini
tetap harus memerhatikan kerahasiaan bank. Namun, untuk pelaksanaan
kewenangannya diberikan pengecualian, yaitu bahwa untuk penyelesaian piutang
bank yang sudah diserahkan keapda BUPLN, kerahasiaan bank tersebut
dikecualikan.
b. Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui
Badan Peradilan
Dalam
hal debitur tidak memenuhi kewajibannya, setiap kreditur dapat mengajukan
gugatan untuk memperoleh keputusan pengadilan. Peradilan yang dapat menyelesaikan dan
menangani kredit bermasalah, yaitu peradilan umum melalui gugatan perdata dan
peradilan niaga melalui gugatan kepailitan.
Apabila
sudah ditetapkan keputusan pengadilan yang kemudian mempunyai kekuatan hukum
untuk dilaksanakan, tetapi debitur tetap tidak melunasi utangnya, pelaksanaan
keputusan tersebut dilaksanakan atas dasar perintah dan denaganadedidikirawan
pimpinan ketua pengadilan negeri yang memeriksa gugatannya pada tingkat
pertama, menurut ketentuan-ketentuan Pasal 195 HIR, dan selanjutnya. Atas
dasar perintah ketua pengadilan tersebut dilakukanlah penyitaan harta
kekayaan debitur, untuk kemudian dilelang dengan perantara kantor lelang.
Dari hasil pelelangan itu kreditur memperoleh pelunasan piutangnya.
c. Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui
Arbitrase
Penyelesaian
sengketa melalui arbitrase (perwasitan) dahulu didasarkan pada ketentuan
Pasal 615 R.v (Reglement op de Rechtsvordering). Dasar penyelesaian sengketa
melalui arbitrase sekarang telah mempunyai landasan yang kuat, yaitu berupa
peraturan perundang-undangan mengenai arbitrase yang dimuat dalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999, yang dimaksud dengan arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa
perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase
yang dibuat adedidikirawansecara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Penyelesaian melalui arbitrase ini dapat dilakukan apabila dalam perjanjian
kredit sebelum timbul sengketa (sebelum timbulnya kredit bermasalah) telah
dimuat klausul arbitrase atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang
dibuat para pihak setelah timbulnya kredit bermasalah tersebut.
Hal-hal yang
berkaitan dengan cara penyelesaian sengketa arbitrase, menurut Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999, di antaranya :
·
Penyelesaian sengketa
melalui arbitrse dapat dilakukan dengan menggunakan lembaga arbitrease
nasional atau internasional berdasarkan keseakatan para pihak dan dilakukan
menurut peraturan dan acara dari lembaga tersebut, kecuali ditetapkan lain
oleh para pihak (Pasal 34).
·
Pemeriksaan sengketa
dalam arbitrase harus diajukan secara tertulis, tetapi dapat juga secara
lisan apabila disetujui oleh para pihak atau dianggap perlu oleh arbiter atau
majelis arbitrase (Pasal 36).
·
Arbiter atau majelis
arbitrase terlebih dahulu mengusahakan perdamaian antara para pihak yang
bersengketa (Pasal 45 ayat (1)).
·
Pemeriksaan atas
sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 hari sejak arbiter
atau majelis arbitrase terbentuk, tetapi dapat diperpanjang apabila
diperlukan dan disetujui para pihak (Pasal 48).
·
Putusan arbitrase
harus memuat kepala putusan yang berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”, nama singkat sengketa, uraian singkat sengketa,
pendirian para pihak, nama lengkap dan alamat arbiter, pertimbangan dan
kesimpulan arbiter atau majelis arbitraseadedidikirawan mengenai keseluruhan
sengketa, pendapat tiap-tiap arbitrase dalam hal terdapat perbedaan pendapat
dalam majelis arbitrase, amar putusan,tempat dan tanggal putusan, dan tanda
tangan arbiter atau mejelis arbitrase (Pasal 54 ayat (1)).
·
Dalam putusan
ditetapkan suatu jangka waktu putusan tersebut harus dilaksanakan (Pasal 54
ayat (1)).
·
Apabila pemeriksaan
sengketa telah selesai, pemeriksaan segera ditutup dan ditetapkan hari sidang
untuk mengucapkan putusan arbitrase (Pasal 55) dan diucapkan dalam waktu
paling lama tiga puluh hari setelah pemeriksaan ditutup (Pasal 57).
·
Dalam waktu paling
lama empat belas hari setelah putusan diterima, para pihak dapat mengajukan permohonan kepada arbiter atau
majelis arbitrase untuk melakukan koreksi terhadap kekeliruan administratif
dan atau menambah atau mengurangi sesuatu tuntutan putusan (Pasal 58).
d. Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
Penanganan
piutang negara oleh BPPN terbatas pada piutang yang terjadi karena proses
penyehatan perbankan.
BPPN
dalam menanganai piutang negara dapat melakukan penagihan piutang yang sudah
pasti yang berasal dari bank dalam penyehatan. Yang dimaksud piutang bank dalam penyehatan
termasuk juga piutang yang sudah dialihkan kepada BPPN, piutang yang timbul
sehubungan dengan penanggungan utang, atau penyerahan kekayaan oleh pihak
lain kepada bank dalam penyehatan dan atau BPPN. Pelaksanaan penagihan
melalui cara-cara sebgai berikut :
·
Penerbitan surat
paksa;
·
Penyitaan;
·
Pelelangan.
Kewenangan yang dimiliki oleh BPPN seperti
dalam penanganan kredit bermasalah ini merupakan sesuatu yang bersifat lex
specialis terhadap peraturan perundang-undangan lainnya, maka penerapannya
perlu dilandasi dengan kehati-hatian serta menjunjung asas keterbukaan.
F.
Model dan Metode :
1. Metode pembelajaran project based
learning ( PJBL )
G. Media, Alat/Bahan Pembelajaran
1.
Media
a.
Papan tulis
b.
Spidol
c.
Pengaris
2.
Alat/Bahan
a.
LCD/OHP.
b.
Komputer/Laptop.
H.
Sumber Belajar
1.
Buku Referensi
2.
Elektronik
3.
Alam lingkungan
4.
SOP DU/DI
5.
Modul Dasar Dasar Perbankan,
Karangan Ernawati
I.
Langkah Langkah
Pembelajaran
Pertemuan
1 (3 JP) Tanggal 19 April 2018
Pertemuan
2 (3 JP) Tanggal 26 April 2018
Pertemuan
3 (3 JP) Tangga 3 Mei 2018
Pertemuan
4 (3 JP) 10 Mei 2018
Pertemuan
5 (3 JP) Tanggal 17 Mei 2018
Pertemuan
6 (3 JP) Tanggal 24 Mei 2018, ( Ulangan Harian III)
J.
Penilaian Pembelajaran,
Remedial dan Pengayaan
Aspek yang dinilai
Cara penilaian:
1.
Teslisan atau Tertulis
2.
Observasi kelas
3.
Portofolio
Penilaian Pembelajaran
Keterangan
Skor
5 (85-100) : Sangat jelas
Skor
4 (75-84) : Jelas
Skor
3 (67-74) : Cukup jelas
Skor
4 (50-66) : Kurang jelas
Skor
5 (0-49) : Tidak jelas
Program Remedial
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Program
Pengayaan
|
Senin, 26 Februari 2018
RPP Perbankan Dasar KD 10
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
mohon maaf, adakah rpp administrasi pajak kelas xi smk, akuntansi lembaga?
BalasHapus